Minggu, 30 Oktober 2011

Lemahnya Penegakkan Hukum di Indonesia

Sampai sejauh ini, penegakan hukum di Indonesia tergolong masih sangat lemah. Hukum seringkali dipermainkan dan dicari celah-celah kelemahannya serta dengan mudahnya untuk merubah suatu tatanan yang sudah di atur oleh Pemerintah Pusat sehingga Negara ini dianggap seperti main Ludruk/sandiwara.
Penegakan hukum yang baik mesti mampu memberikan dampak signifikan terhadap kehidupan bangsa ini. Konkretnya, segala bentuk penyimpangan, pelanggaran, dan penyalahgunaan hukum di semua institusi baik di sipil maupun di militer dapat dengan mudah dieliminasi. Oleh Karena itu, penegakan hukum tidak boleh dijalankan secara parsial, melainkan secara menyeluruh, terpadu, transparan, berkeadilan tanpa pandang bulu, dan bisa dipertanggungjawabkan

.

Karena itu, persoalan paling krusial di bidang penegakan hukum di Indonesia adalah tidak adanya benang merah koordinasi dan kinerja di antara lembaga-lembaga penegak hukum yang ada melalui satu sistem yang terpadu dan berkesinambungan (integrated legal system).

Pertumbuh-kembangan pada pembangunan dan pembaruan hukum di negeri ini belum mengarah pada terbentuknya satu sistem penegakan hukum yang terpadu. Sekedar menunjuk contoh konkret, penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) dari bea cukai, pajak, Polisi Militer Angkatan serta Kepolisian Republik Indonesia yang diberi wewenang selaku penyidik atas kasus-kasus dugaan korupsi di instansi masing-masing.

Ada lagi petugas penegak hukum diluar kepolisian. seperti aparat kejaksaan, selaku penyidik dalam tindak pidana korupsi. Belakangan, ada Komisi Pemberantasan Korupsi yang berwenang menyidik kasus korupsi.

Terakhir ada lagi yang namanya Timtas Tipikor (Tim Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi) yang berfungsi penyidik, juga khusus untuk kasus korupsi.

Fenomena seperti ini sebab telah berimplikasi buruk terhadap penanganan satu perkara korupsi. Pasalnya, terjadi tumpang-tindih dalam hal wewenang penyidikan.

Tak mustahil nanti akan terjadi tumpang-tindih dalam tahap penuntutan, atau bahkan tumpang-tindih dalam proses peradilannya. Jadi belum terdapat pelaksanaan tugas secara berkesinambungan dan terpadu dalam satu sistem besar penegakan hukum.

Sangat fenomenal sifatnya apa yang berlangsung selama ini, mencontohkan, terjadinya perbedaan persepsi di kalangan penegak hukum dalam menangani kasus-kasus korupsi.

Setiap lembaga penegak hukum terkesan berjalan sendiri-sendiri, bertumpang tindih wewenang, dan bahkan cenderung saling menyalahkan bila terjadi sesuatu yang tidak diharapkan. Tak ayal, akibat dari semua itu, banyak kasus korupsi yang menggantung, tidak terselesaikan dengan baik, atau bahkan menguap begitu saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar