Sampai  sejauh ini, penegakan hukum di Indonesia tergolong masih sangat lemah.  Hukum seringkali dipermainkan dan dicari celah-celah kelemahannya serta  dengan mudahnya untuk merubah suatu tatanan yang sudah di atur oleh  Pemerintah Pusat sehingga Negara ini dianggap seperti main  Ludruk/sandiwara. 
Penegakan hukum yang baik mesti mampu memberikan  dampak signifikan terhadap kehidupan bangsa ini. Konkretnya, segala  bentuk penyimpangan, pelanggaran, dan penyalahgunaan hukum di semua  institusi baik di sipil maupun di militer dapat dengan mudah  dieliminasi. Oleh Karena itu, penegakan hukum tidak boleh dijalankan  secara parsial, melainkan secara menyeluruh, terpadu, transparan,  berkeadilan tanpa pandang bulu, dan bisa dipertanggungjawabkan
.
Karena itu, persoalan paling krusial di bidang penegakan hukum di  Indonesia adalah tidak adanya benang merah koordinasi dan kinerja di  antara lembaga-lembaga penegak hukum yang ada melalui satu sistem yang  terpadu dan berkesinambungan (integrated legal system).
Pertumbuh-kembangan pada pembangunan dan pembaruan hukum di negeri ini  belum mengarah pada terbentuknya satu sistem penegakan hukum yang  terpadu. Sekedar menunjuk contoh konkret, penyidik pegawai negeri sipil  (PPNS) dari bea cukai, pajak, Polisi Militer Angkatan serta Kepolisian  Republik Indonesia yang diberi wewenang selaku penyidik atas kasus-kasus  dugaan korupsi di instansi masing-masing. 
Ada lagi petugas  penegak hukum diluar kepolisian. seperti aparat kejaksaan, selaku  penyidik dalam tindak pidana korupsi. Belakangan, ada Komisi  Pemberantasan Korupsi yang berwenang menyidik kasus korupsi. 
Terakhir ada lagi yang namanya Timtas Tipikor (Tim Pemberantasan Tindak  Pidana Korupsi) yang berfungsi penyidik, juga khusus untuk kasus  korupsi.
Fenomena seperti ini sebab telah berimplikasi buruk  terhadap penanganan satu perkara korupsi. Pasalnya, terjadi  tumpang-tindih dalam hal wewenang penyidikan. 
Tak mustahil  nanti akan terjadi tumpang-tindih dalam tahap penuntutan, atau bahkan  tumpang-tindih dalam proses peradilannya. Jadi belum terdapat  pelaksanaan tugas secara berkesinambungan dan terpadu dalam satu sistem  besar penegakan hukum.
Sangat fenomenal sifatnya apa yang  berlangsung selama ini, mencontohkan, terjadinya perbedaan persepsi di  kalangan penegak hukum dalam menangani kasus-kasus korupsi. 
Setiap lembaga penegak hukum terkesan berjalan sendiri-sendiri,  bertumpang tindih wewenang, dan bahkan cenderung saling menyalahkan bila  terjadi sesuatu yang tidak diharapkan. Tak ayal, akibat dari semua itu,  banyak kasus korupsi yang menggantung, tidak terselesaikan dengan baik,  atau bahkan menguap begitu saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar